City of Angels

Ya ampun sudah berapa tahun hiatus, bahkan merasa malu untuk kembali meninggalkan jejak di sini. Btw saia sudah “tiba-tiba” ditempatkan di City of Angels, Los Angeles, semakin jauh dari rumah. Eh ini di Amerika btw hahaha..

Teringat dulu kala ketika masih di tempat posting pertama, saia pernah ngobrol dengan sahabat, dan kami sama-sama berucap tidak ingin di Amerika, di negaranya, entah kenapa bagi saia menakutkan saja. Saia taunya Amerika itu rasis, sebagai perempuan berkerudung saia merasa tidak aman. Allah punya rencana lain pastinya karena sekarang saia di LA, area west coastnya Amerika.

Sekarang sudah 2 tahun lebih di LA, rasanya sungguh campur aduk, tapi kalau boleh jujur, saia masih belum berhenti membandingkan dengan “cinta pertama” saia. Saia sadar tidak apple to apple membandingkan LA dengan Stockholm karena memang jauh berbeda. Di sini riuh, ramai, dan saia merasa tidak aman. Terlebih karena saia tidak bisa nyetir, jadinya hanya bisa menikmati tempat-tempat yang dekat yang bisa dijangkau dengan bis/kereta saja. Selain itu ternyata biaya hidup di sini jauh lebih mahal daripada di Stockholm. Utk pengeluaran bulanan, selain sewa apartmen, harus menyisihkan uang utk asuransi unit apartment, asuransi kesehatan, dan asuransi mobil (yes saia punya mobil tapi terakhir nabrak parking booth lalu kapok ga nyetir lagi hahaha.. emang chicken), makan di luar siap-siap sekitar $15-20 sekali makan belum lagi ada kebiasaan utk memberi tip minimal 10%. Tapi hidup harus disyukuri, banyak cara utk survive dan tetap menabung, misalnya ga jajan gadget, ga jajan boba, ngurangi ngopi2 dan jajan yang manis-manis dan ga nonton concert, males juga si karena antri. Sekali-kalinya ke Hollywood bowl karena ada Alanis Morrisette.

Utk kulineran, di sini banyak pilihan, favorite saia tentu saja Pampas yang ada di Farmers Market-The Grove. Ini Brazilian Grill gitu, seriusan uenak banget. Di Farmers Market sebenarnya banyak banget pilihan makanan, saia coba beberapa tapi tetap aja balik lagi ke Pampas karena emang enak. 😹 Daging sapi, kambing dan lainnya dipanggang di apa ya namanya, kaya jeruji besi gitu, kaya sate klatak. Jadi dagingnya matangnya pas, rasanya juga pas. Kalau kesitu saia pasti pesan Sirloin Cap/Picanha, sisanya salad, cheese bread dan pisang. Kapan-kapan saia ceritain makanan yang ada di LA deh ya, karena emang itu salah satu hiburan saia hehehe..

Kapan-kapan saia cerita juga hal lain tentang LA, yang biar bagaimanapun, akan saia rindukan suatu hari nanti. LA dengan segala kerandomannya, homeless, vandalism, dll. Btw di LA saia di KJRI, karena WNInya buanyak banget, jadi lebih ke citizen service gitu. Beda dikit dengan KBRI. Pastinya kerjaannya lumayan banyak, sampai-sampai kalau misal ada weekend kosong, lebih baik istirahat dan leyeh-leyeh aja di rumah. 😅

2024 saia pulang, kapan-kapan saia kembali, tapi sekarang segini dulu yah.

Bye gengs!

ich spreche etwas Deutsch

Hallo, wie geht’s? Hallo, apa kabar?

Ini post pertama di tahun 2020, tahun yang sungguh sangat amat teramat RANDOM. Sedih, galau, kalut, marah hingga pasrah, semua jadi satu. Ini sudah bulan Mei, atau baru bulan Mei? Ingin rasanya skip ke 2021 jika memang 2021 semua lebih baik. Well i believe there must be a silver line. Semua akan menjadi lebih baik, jika sampai tidak, itu sungguh kelewatan, setelah yang semua penduduk dunia alami terutama dengan adanya Covid-19 ini.

Oh sungguh paragraf pembuka yang salah dan emosional. Padahal saia hanya ingin cerita sedikit tentang pengalaman saia belajar bahasa Jerman. 😀 Level A1.1, 4 bulan sudah terlewati untuk belajar bahasa Jerman, i could say that ich spreche etwas Deutsch! Saya bisa berbicara sedikit bahasa Jerman!

Continue reading

Skogskyrkogården

skogskyrkogården

Pagi ini tiba-tiba rindu menulis, tapi tanpa ide. Dari sekian banyak yang tertunda dari mulai konser Sam Smith, Penang, Petra, atau Bali, saia tetap memilih Stockholm, just a little part of Stockholm named Skogskyrkogården. Could anyone guess what it is?. Skogskyrkogården (dibaca: skogsyirkogorden, #cmiiw) is a UNESCO World Heritage Site, dan itu adalah cemetery. Cemetery di Stockholm bagi saia tidak terlalu menakutkan karena semua rapi dan seperti taman saja, dan ini luas banget bahkan 3 (tiga) tahun tidak membuat saia berhasil mengunjungi setiap sudutnya.

Continue reading

niatnya berhenti hiatus

Entah sudah berapa lama saia tidak kembali ke “rumah” sendiri. Padahal ada beberapa yang bisa saia tulis, paling tidak beberapa perjalanan random nonton Sam Smith, Bali (akhirnyaaa) termasuk Nusa Penida, atau Yogyakarta. Bahkan untuk mengurut dari kejadian paling terdahulu saja saia tidak mampu, duh sedih lho. Padahal meskipun sedikit tapi nampaknya layak dibagi.

Sepulang dari Stockholm untuk kedua kalinya, memang saia sempat hilang semangat, semacam tidak tahu harus apa, tapi lalu saia bisa qo ke Palembang meskipun sekadar kondangan, ke Yogyakarta untuk reuni kecil anti-social social club, manfaatin Garuda Fair untuk pergi ke Penang, kangen nonton konser lalu nonton Sam Smith dan ada yang random datang hingga akhirnya ke TMII lalu Bali dan sebentar lagi mau ngrandom lagi. Target saia cuma 1x dalam setahun qo ngrandomnya, namun entah kenapa semua di 2018 semua perjalanannya terasa random. 😆

Ya gapapa lah ya, yang penting jadi ada niat untuk kembali dan berhenti hiatus. 😀

Doakan saia ya supaya bisa konsisten, dan semoga ga alay-alay lagi. :mrgreen:

Lost in Agadir

Ada haru yang teramat sangat ketika bertemu orang-orang yang ketulusannya tidak bisa dibandingkan dengan siapapun. Mereka yang baik tak terkira dan selalu tertawa untuk setiap moment hidupnya.

Lalu aku tertunduk malu dan tidak lagi berani mempertahankan semuanya.

ini bukan perihal reverse culture shock tapi perihal hati.

Nacka

Somewhere at Nacka


Teringat 2 bulan lalu yang akhirnya bisa berkata dengan leluasa kalau 3 tahun itu sangat tidak terasa, sangat-sangat tidak terasa. Teringat awal-awal di Stockholm yang merasa homesick, bahkan saia butuh satu tahun untuk kemudian sadar bahwa negara itu sama sekali tidak untuk disia-siakan. Bayangkan di awal tahun saia tidak berhenti mengeluh dan membandingkan Indonesia dengan Swedia, tidak berhenti misuh-misuh akan sepi dan dinginnya negara itu, akan terang dan atau gelap yang terlalu lama, entah apa yang terjadi di tahun pertama yang membuat saia betapa sulitnya menikmati negara itu, yang sekarang diagung-agungkan dan diidam-idamkan seakan ingin kembali lagi. Eh.

Continue reading